Peran Generasi Muda Cepu Raya dalam Mengatasi PPKS Anak Jalanan

Anak-anak di jalanan yang rentan terhadap masalah sosial

Fenomena anak jalanan adalah salah satu tantangan sosial yang kompleks di Indonesia. Anak-anak yang hidup atau bekerja di jalanan kini dikenal sebagai Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), sebuah istilah yang menggantikan "Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)" sejak tahun 2019. Perubahan ini mencerminkan pendekatan yang lebih humanis, berorientasi pada hak dan pelayanan, serta bertujuan untuk memberdayakan mereka yang membutuhkan dukungan.

Akar masalah anak jalanan seringkali terletak pada kemiskinan dan ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar. Jutaan penduduk Indonesia masih hidup dalam kemiskinan, kesulitan mengakses makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal yang layak. Kondisi ekonomi yang sulit ini mendorong anak-anak untuk putus sekolah dan terlibat dalam kegiatan informal seperti mengamen, mengemis, atau berdagang asongan demi membantu keluarga. Jika tidak ditangani, masalah ini dapat menyebabkan satu generasi kehilangan potensi dan hak-hak dasarnya, menghambat pembangunan bangsa.

Tulisan ini hadir untuk memberikan pemahaman mendalam tentang isu anak jalanan, khususnya di Kawasan Cepu Raya (Kecamatan Sambong, Cepu, Kedungtuban, Kradenan, Randublatung, dan Jati Kabupaten Blora). Kami akan mengidentifikasi solusi konkret yang dapat diimplementasikan oleh Generasi Muda setempat, serta mengeksplorasi peluang kolaborasi dengan organisasi internasional untuk dampak yang lebih besar.

Memahami Definisi dan Kriteria Anak Jalanan

Definisi anak jalanan di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2012. Menurut peraturan ini, anak jalanan adalah "anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, dan/atau anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghasilkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari".

Peraturan ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk mendata dan mengelola data PMKS dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) secara sistematis. Data ini krusial untuk merancang program kesejahteraan sosial yang tepat sasaran, termasuk rehabilitasi, jaminan, pemberdayaan, dan perlindungan sosial.

Kriteria Anak Jalanan: Berdasarkan Permensos Nomor 08 Tahun 2012, kriteria anak jalanan :

  1. Menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan maupun di tempat-tempat umum.
  2. Mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat umum.

Selain itu, PPKS Anak Jalanan juga mencakup anak berusia 6 hingga belum 18 tahun yang tidak mendapatkan kehidupan yang layak, termasuk mereka yang tidak pernah sekolah atau putus sekolah. Definisi ini menekankan aspek kerentanan dan ketidakpemenuhan hak dasar, bukan hanya keberadaan fisik di jalanan. Intervensi yang efektif harus mengatasi akar masalah yang menyebabkan mereka tidak mendapatkan kehidupan yang layak, seperti kurangnya akses pendidikan dan lingkungan yang aman.

Pergeseran Istilah Dari PMKS ke PPKS 

Perubahan istilah dari PMKS menjadi PPKS sejak 2019 menunjukkan evolusi kebijakan sosial yang lebih humanis. "PPKS" menyoroti bahwa individu tersebut membutuhkan layanan dan berhak menerima dukungan. Kementerian Sosial berupaya agar PPKS dapat mengakses berbagai bantuan sosial dan program pemberdayaan. Bagi Generasi Muda Cepu Raya, ini berarti program yang dirancang harus mengedepankan pemberdayaan, memfasilitasi akses layanan, dan menghormati martabat anak-anak.

Potret Anak Jalanan di Jawa Tengah dan Blora

Fenomena anak jalanan tersebar di seluruh Indonesia. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) 2021 mencatat 9.113 anak jalanan secara nasional. Di Jawa Tengah, Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 mengidentifikasi 672 anak jalanan, terdiri dari 458 laki-laki, 213 perempuan, dan 1 tidak teridentifikasi gendernya. Angka ini merupakan bagian dari total 4.654.151 PMKS di Jawa Tengah, dengan Fakir Miskin sebagai kategori dominan.

Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah secara tahunan merilis "Buku Sebaran Data PMKS dan PSKS" yang berisi data rinci PMKS/PPKS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dokumen ini tersedia untuk diunduh, termasuk untuk tahun 2023 dan 2024.

Tabel 1: Rekapitulasi Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS/PPKS) Provinsi Jawa Tengah, 2021

Jenis PMKS

Laki-Laki

Perempuan

Tanpa Input Gender

Jumlah

Anak Balita Terlantar (ABT)

1.178

740

51

1.969

Anak Terlantar (AT)

5.722

4.693

205

10.620

Anak yang Mengalami Masalah Hukum (AMH)

335

112

4

451

Anak Jalanan (AJ)

458

213

1

672

Anak Dengan Kedisabilitasan (ADK)

12.806

9.361

313

22.480

Lanjut Usia Terlantar

38.374

40.877

712

79.963

Fakir Miskin

2.489.127

1.767.381

40.928

4.297.436

Jumlah Total PMKS

2.630.178

1.979.381

44.592

4.654.151

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2021

Meskipun jumlah anak jalanan di Jawa Tengah relatif kecil, masalah ini tetap serius. Proporsi Fakir Miskin yang besar menunjukkan bahwa intervensi harus menyasar peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga secara keseluruhan.

Untuk Kabupaten Blora, data spesifik terbaru untuk Kawasan Cepu Raya masih terbatas. Studi sekitar tahun 2017/2018 mencatat 90 anak jalanan di Kabupaten Blora. Keterbatasan data ini menggarisbawahi pentingnya inisiatif lokal untuk melakukan pemetaan dan pendataan mandiri guna memahami skala masalah di wilayah Cepu Raya secara akurat.

Tabel 2: Perbandingan Jumlah Anak Jalanan di Beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Tengah (Contoh Data 2017/2018)

No.

Kabupaten/Kota

Jumlah Anak Jalanan

1

Kabupaten Brebes

260

2

Kabupaten Kudus

286

3

Kabupaten Blora

90

4

Kabupaten Banyumas

70

5

Kabupaten Batang

125

6

Kabupaten Rembang

25

7

Kabupaten Magelang

72

8

Kabupaten Pemalang

120

9

Kabupaten Kebumen

299

10

Kota Semarang

400

11

Kota Magelang

116

12

Kota Pekalongan

200

13

Kota Tegal

333


Sumber: Garuda Kemdikbud dan Neliti, data kemungkinan sekitar 2017/2018

Tabel ini menempatkan Kabupaten Blora dalam perspektif regional, menunjukkan bahwa Blora juga menghadapi isu anak jalanan, meskipun dengan skala yang lebih kecil dibandingkan beberapa kota besar seperti Semarang atau Tegal pada periode data tersebut.

Faktor Pendorong Anak Jalanan

Keberadaan anak jalanan disebabkan oleh berbagai faktor kompleks:

  • Kemiskinan Keluarga
    Pendorong utama anak mencari nafkah di jalanan.
  • Rendahnya Akses Pendidikan
    Membatasi peluang masa depan dan memperpetuasi kemiskinan.
  • Lingkungan Keluarga Bermasalah
    Penelantaran, kekerasan, atau kehilangan hak asuh mendorong anak mencari "rumah" di jalanan.
  • Eksploitasi Ekonomi
    Anak-anak dieksploitasi untuk mengemis, mengamen, atau berdagang.
  • Kurangnya Keterampilan
    Baik anak maupun orang tua seringkali tidak memiliki keterampilan untuk pekerjaan formal.
  • Urbanisasi dan Kesenjangan Pembangunan
    Migrasi ke kota tanpa bekal memadai seringkali berujung pada kehidupan di jalanan.

Faktor-faktor ini saling terkait, membentuk lingkaran kerentanan yang memerlukan solusi multi-sektoral dan terintegrasi.

Kebijakan dan Program Penanganan Anak Jalanan di Indonesia

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Sosial, telah merumuskan berbagai kebijakan dan program untuk menangani isu anak jalanan, dengan tujuan melindungi dan mempersiapkan generasi penerus bangsa.

Strategi Nasional Kementerian Sosial: Kementerian Sosial telah menetapkan model pendekatan penanggulangan anak jalanan yang terencana dan berkelanjutan:

  • Child-based services
    Fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar anak (makanan, pakaian, kesehatan) serta bimbingan sosial, mental, dan keterampilan.
  • Institutional-based services
    Berbasis panti sosial atau rumah singgah untuk lingkungan yang aman dan terstruktur, serta rehabilitasi.
  • Half-way House Services Model
    Berbasis rumah semi panti sosial yang membina anak usia sekolah melalui program "back to school" dan anak usia produktif melalui program "live skill" (pelatihan menjahit, tata rias, perbengkelan, service HP).
  • Pemberdayaan Keluarga
    Memberikan bantuan sembako dan modal usaha produktif untuk meningkatkan kemandirian ekonomi keluarga, agar anak tidak lagi turun ke jalan.

Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) juga menjadi strategi komprehensif yang mencakup bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (akta kelahiran, nutrisi), peningkatan akses layanan sosial (pendidikan, kesehatan, rehabilitasi), pengembangan potensi diri, dan penguatan tanggung jawab orang tua/keluarga. PKSA juga menekankan sinergi dengan berbagai pihak, termasuk karang taruna.

Peran LKSA dan LSM 

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah mitra krusial pemerintah. Contohnya, Rumah Pintar Bangjo Semarang mendampingi puluhan anak jalanan dengan fokus pada pendidikan alternatif, bimbingan konseling, dan layanan kesehatan. Yayasan Rumah Impian di Yogyakarta juga berfokus pada penanganan anak jalanan dengan pendekatan kekeluargaan. LSM dan LKSA sering menjadi garda terdepan dalam menjangkau anak-anak di jalanan (street based approach) dan memberdayakan keluarga.

Generasi Muda Cepu Raya sebagai Agen Perubahan untuk Anak Jalanan

Generasi muda memiliki potensi besar sebagai penggerak pembangunan sosial. Di Kawasan Cepu Raya, peran aktif mereka sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah anak jalanan.

Peluang Inisiatif Berbasis Komunitas 

Generasi muda dapat menginisiasi berbagai program yang berfokus pada anak jalanan:

  • Pendidikan Alternatif dan Bimbingan Belajar
    Mendirikan "rumah belajar" atau "pojok baca" untuk bimbingan belajar, literasi, dan pengembangan minat/bakat, disesuaikan dengan kebutuhan anak jalanan.
  • Pelatihan Keterampilan (Life Skills dan Vokasi)
    Memberikan pelatihan praktis seperti kerajinan tangan, reparasi elektronik sederhana, menjahit, tata rias, perbengkelan, atau keterampilan digital sederhana untuk kemandirian mereka.
  • Pendampingan Psikososial dan Konseling
    Menciptakan ruang aman bagi anak-anak untuk berbagi cerita dan mendapatkan dukungan emosional, membantu membangun mental positif.
  • Kegiatan Rekreatif dan Pengembangan Diri
    Mengadakan kegiatan olahraga, seni, atau rekreasi positif untuk mengisi waktu luang, mengembangkan potensi, dan membangun jejaring sosial yang sehat.

Model Pemberdayaan yang Efektif

Pemberdayaan anak jalanan harus holistik dan berkelanjutan. Ini melibatkan:

  • Pendekatan Holistik
    Mencakup pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan spiritual untuk kemandirian.
  • Keterlibatan Partisipatif
    Melibatkan anak-anak dalam perencanaan dan evaluasi program untuk menumbuhkan rasa kepemilikan.
  • Penguatan Kapasitas Keluarga
    Melatih orang tua, memberikan modal usaha mikro, atau bimbingan pengasuhan untuk mengatasi akar masalah kemiskinan.
  • Peningkatan Akses Layanan Dasar
    Membantu anak mengakses akta kelahiran, layanan kesehatan, dan pendidikan formal.

Sinergi dengan Pemerintah Daerah dan Masyarakat 

Keberhasilan penanganan anak jalanan di Kawasan Cepu Raya membutuhkan sinergi kuat:

  • Kolaborasi dengan Dinas Sosial
    Bekerja sama dengan Dinas Sosial Kabupaten Blora untuk menyelaraskan program dan mendapatkan dukungan.
  • Keterlibatan Tokoh Masyarakat dan Agama
    Mendapatkan dukungan dan memobilisasi partisipasi komunitas.
  • Kampanye Kesadaran Publik
    Mengadakan kampanye untuk menghilangkan stigma dan mendorong partisipasi masyarakat dalam perlindungan anak.
  • Advokasi Kebijakan Lokal
    Mengadvokasi pemerintah daerah untuk merumuskan kebijakan yang lebih berpihak pada anak jalanan, termasuk alokasi anggaran.

Peluang Kolaborasi dengan Organisasi Internasional

Kolaborasi dengan organisasi internasional dapat memperkuat inisiatif penanganan anak jalanan di Kawasan Cepu Raya, membawa keahlian, sumber daya, dan jaringan global.

UNICEF Indonesia, UNICEF berfokus pada pemenuhan hak-hak anak, termasuk pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi. Upaya mereka meliputi:

  • Perlindungan Anak
    Menjaga anak-anak aman dari kekerasan, penelantaran, dan eksploitasi, serta mendukung sistem perlindungan anak.
  • Pendidikan dan Remaja
    Memastikan anak dan remaja mencapai potensi terbaik melalui pendidikan berkualitas.
  • Keterlibatan Pemuda
    Mendorong partisipasi pemuda dalam misi UNICEF, termasuk melalui jaringan Mitra Muda dan dukungan seed funding untuk ide inovatif.
  • Kebijakan Sosial
    Mendukung pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang berorientasi pada anak.

Generasi muda Cepu Raya dapat menjajaki kolaborasi dengan UNICEF melalui program keterlibatan pemuda, pelatihan komunikasi interpersonal, atau inisiatif perlindungan anak.

Save the Children Indonesia, organisasi ini berdedikasi membantu anak-anak yang membutuhkan, bekerja di Indonesia sejak 1976. Program mereka meliputi:

  • Perlindungan Anak
    Melindungi anak-anak dari bahaya, termasuk penanganan kasus pekerja anak.
  • Pendidikan, Kesehatan, dan Gizi
    Memberikan awal hidup yang sehat, kesempatan belajar, dan nutrisi penting.
  • Kesiapsiagaan Bencana
    Membantu anak-anak dan keluarga menghadapi bencana.
  • Program Ketenagakerjaan Pemuda
    Membantu pemuda 15-24 tahun memperoleh keterampilan kerja dan peluang ekonomi.

Generasi muda dapat mencari dukungan dari Save the Children untuk program pendidikan, perlindungan anak, atau pengembangan keterampilan bagi remaja dan pemuda.

Plan International Indonesia, bekerja di Indonesia sejak 1969, Plan International berupaya menciptakan dunia yang adil dan setara, mengatasi akar masalah tantangan anak dan perempuan muda. Prioritas mereka:

  • Perlindungan Anak
    Mencegah segala bentuk kekerasan terhadap anak, bekerja dengan forum anak, dan mendukung sistem perlindungan anak.
  • Pemberdayaan Ekonomi Pemuda
    Mendukung kemandirian ekonomi pemuda.
  • Kesehatan Remaja dan Partisipasi
    Memastikan remaja memiliki akses layanan kesehatan dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Generasi muda Cepu Raya dapat berkolaborasi dengan Plan International, terutama dalam inisiatif forum anak, pengembangan keterampilan pemuda, atau program perlindungan anak berbasis komunitas.

Strategi Kolaborasi

Untuk memaksimalkan kolaborasi, generasi muda dapat:

  • Pemetaan Kebutuhan Lokal
    Memahami kebutuhan spesifik anak jalanan di Cepu Raya untuk menyusun proposal yang relevan.
  • Pengembangan Proposal Proyek
    Menyusun proposal yang jelas, terstruktur, dan terukur, sejalan dengan prioritas organisasi internasional.
  • Membangun Jaringan Lokal
    Menguatkan kemitraan dengan pemerintah daerah, LSM lokal, dan komunitas.
  • Memanfaatkan Sumber Daya
    Mengikuti webinar atau forum untuk memahami pendekatan dan peluang pendanaan.

Masalah Kompleks yang Sebagian Besar Karena Kemiskinan

Anak jalanan di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah dan Kabupaten Blora, adalah masalah kompleks yang berakar pada kemiskinan. Pergeseran istilah dari PMKS ke PPKS menunjukkan fokus pada pelayanan dan pemberdayaan. Generasi muda Kawasan Cepu Raya memiliki peran strategis sebagai agen perubahan melalui inisiatif berbasis komunitas dan kolaborasi dengan organisasi internasional.

Rekomendasi Aksi Konkret bagi Generasi Muda Kawasan Cepu Raya 

  1. Lakukan Pemetaan dan Pendataan Mandiri
    Kumpulkan data akurat mengenai jumlah, lokasi, usia, latar belakang, dan kebutuhan spesifik anak jalanan di Kecamatan Sambong, Cepu, Kedungtuban, Kradenan, Randublatung, dan Jati. Data ini akan menjadi fondasi program yang tepat sasaran.
  2. Kembangkan Program Pendidikan dan Keterampilan Adaptif
    • Pendidikan Non-Formal: Dirikan "pojok belajar" atau "rumah singgah belajar" yang menawarkan bimbingan belajar, literasi dasar, dan pendidikan karakter yang fleksibel dan menarik.
    • Pelatihan Keterampilan Vokasi: Selenggarakan pelatihan praktis seperti kerajinan tangan, reparasi elektronik sederhana, menjahit, atau keterampilan digital dasar yang relevan dengan potensi ekonomi lokal.
  3. Fokus pada Pemberdayaan Keluarga
    Rancang program yang melibatkan keluarga, seperti pelatihan manajemen keuangan, bantuan modal usaha mikro, atau bimbingan pola asuh positif untuk mencegah anak kembali ke jalanan.
  4. Bangun Jaringan dan Kolaborasi Lokal yang Kuat
    • Sinergi dengan Pemerintah: Jalin komunikasi aktif dengan Dinas Sosial Kabupaten Blora dan instansi terkait untuk menyelaraskan program dan mendapatkan dukungan.
    • Libatkan Komunitas: Ajak tokoh agama, tokoh masyarakat, karang taruna, PKK, dan organisasi pemuda lainnya sebagai relawan atau mentor.
    • Kampanye Kesadaran: Selenggarakan kampanye publik untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap anak jalanan dan mendorong partisipasi dalam perlindungan anak.

Rekomendasi untuk Kolaborasi Internasional

  1. Pelajari Program Organisasi Internasional
    Pahami program UNICEF, Save the Children, dan Plan International di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan anak, pendidikan, dan pemberdayaan pemuda.
  2. Siapkan Proposal Kolaborasi yang Relevan
    Susun proposal proyek yang jelas dan terukur, menunjukkan bagaimana inisiatif Anda sejalan dengan tujuan organisasi internasional, didukung data kebutuhan lokal.
  3. Jalin Kontak dan Hadiri Forum
    Aktif mencari informasi kontak dan berpartisipasi dalam webinar atau pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi internasional untuk membangun jaringan dan memahami peluang.
  4. Manfaatkan Dukungan Kapasitas
    Jika kolaborasi terwujud, manfaatkan pelatihan dan mentoring yang ditawarkan untuk meningkatkan kualitas dan keberlanjutan program lokal.

Dengan langkah-langkah konkret ini, Generasi Muda Kawasan Cepu Raya dapat menjadi kekuatan pendorong yang signifikan dalam upaya penanganan anak jalanan, menciptakan masa depan yang lebih cerah dan bermartabat bagi anak-anak di wilayah tersebut.